Minggu, 31 Maret 2013




TAFSIR SURAT AR-Ruum 41: ???
oleh 
Amirul Mu'min

Tak dapat dipungkiri, dunia kini sedang di cengkram ideologi sekularisme. Ideologi ini telah melahirkan berbagai paham dan sistem yang merusak kehidupan. Dalam penetapan baik dan buruk, ideologi ini mendasarkan asa manfaat materialis. Dalam ekonomi, ideologi ini melahirkan sistem ekonomi kapitalisme. Sistem ekonomi ini menjadikan riba sebagai pilarnya dalam berekonomi dan merupakan melanggar syari'at islam. Faktanya, pilar tersebut menjadi penyebab terjadinya krisis ekonomi global. 
Pola hidup masyarakat yang modern telah membuat pembangunan sangat eksploitatif terhadap sumber daya alam dan mengancam kehidupan. Pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan produksi terbukti membuahkan perbaikan ekonomi, akan tetapi gagal di bidang sosial dan lingkungan. Sebut saja meningkatnya emisi gas rumah kaca, berkurangnya areal hutan serta musnahnya berbagai spesies dan keanekaragaman hayati. 
Maka dengan gagalnya system ekonomi kapitalis, lahirlah beberapa gagasan ataupun sebuah konsep yaitu, konsep green economy. Program lingkungan PBB (UNEP; United Nations Environment Programe) dalam laporannya berjudul Towwards green economy menyebutkan, ekonomi hijau adalah ekonomi yang mampu meningkatkan kesejahteraan dan keadilan social. Ekonomi hijau ingin menghilangkan dampak negative pertumbuhan ekonomi terhadap lingkungan dan kelangkaan sumber daya alam.


 
ISLAMIC BANKING : SINERGI GREEN FINANCING DAN GREEN BUILDING DALAM PERWUJUDAN SUSTAINBILITY DEVELOPMENT
Oleh:
Amirul Mu'min
Rodiah Fika Fardila
Taufik Akbar

 

Permasalahan lingkungan semakin hari kian kompleks. Pola hidup masyarakat yang modern telah membuat pembangunan sangat eksploitatif terhadap sumber daya alam dan mengancam kehidupan. Selama ini pembangunan lebih bertumpu pada pertumbuhan produksi terbukti hanya membuahkan perbaikan ekonomi, akan tetapi gagal di bidang sosial dan lingkungan. Sebut saja meningkatnya emisi gas rumah kaca, berkurangnya areal hutan serta musnahnya berbagai spesies dan keanekaragaman hayati. Disisi lain pembangunan adalah suatu keniscayaan yang tidak bisa dielakkan diera modern ini. Bahkan dalam rangka pencapaian kesejahteraan ekonomi pembanguan menjadi pilar penting Ironisnya lingkungan dan pembangunan sering berada dalam stigma yang kontradiktif. Persoalannya adalah, pembangunan yang diupayakan melalui industrialisasi acap kali menimbulkan masalah dalam bidang lingkungan dan pencemaran lingkungan.
Menyadari kondisi tersebut, maka meningkatkan kesadaran terhadap isu lingkungan yang mendorong masyarakat untuk memikirkan upaya pengimbangan laju ekonomi dengan upaya konservasi lingkungan alam dan melahirkan paradigm ekonomi yang memasukkan aspek lingkungan kedalamnya atau yang lebih dikenal dengan konsep green economy.
Green economy adalah solusi bagi permasalahan lingkungan dan dapat membawa peradaban global menjadi lebih baik, berkeadilan, sejahtera dan berkesinambungan. Konsep green economy ini diyakini bisa menyelesaikan masalah yakni pembangunan ekonomi yang terjadi sekaligus memperbaiki kualitas lingkungan dan mengurangi permasalahn social seperti kemiskinan, malnutrisi dan kurangnya akses terhadap air bersih.






HUTANG USAHA/HUTANG DAGANG
Hutang usaha adalah hutang yang timbul akibat aktivitas utama usaha dan tergantung pada setiap perusahaan tertentu. Hutang usaha atau hutang dagang biasanya timbul dari pembelian barang atau jasa – jasa dan dari pinjaman jangka pendek. Dalam menentukan jumlah hutang jangka pendek perlu diperhitungkan hutang atas barang – barang yang dibeli yang masih dalam perjalanan. Pencatatan hutang atas pembelian barang yang masih dalam perjalanan harus mempertimbangkan syarat pengirimannya.




WESEL BAYAR
Wesel bayar adalah janji tertulis untuk membayar sejumlah uang pada tanggal tertentu. Wesel bayar ada yang dijamin dan ada juga yang tanpa jaminan, didalamnya termasuk wesel – wesel yang dikeluarkan untuk pembelian barang/persediaan, pinjaman bank jangka pendek, dan untuk pembelian mesin dan alat – alat.
Wesel bayar diterbitkan dalam 2 bentuk     dengan bunga    ada penyesuaian terhadap bunga beban







Tanpa dengan bunga



HUTANG JANGKA PANJANG YANG JATUH TEMPO
Hutang obligasi dan hutang – hutang jangka panjang lainnya yang akan dilunasi kurang dari satu tahun dilaporkan sebagai hutang jangka pendek. Jika yang jatuh tempo hanya sebagian, maka bagian yang jatuh tempo dalam tahun itu dilaporkan atau di catat sebagai hutang jangka pendek, sedangkan yang yang belum jatuh tempo tetap dicatat sebagai hutang jangka panjang. Apabila hutang jangka panjang yang jatuh tempo dalam periode itu akan dilunasi dengan dana – dana pelunasan atau daru hasil penjualan obligasi baru atau ditukar dengan saham, maka hutang jangka panjang tadi tetap dilaporkan atau dicatat ebagai hutang jangka panjang. Walaupun pelunasannya masih dalam waktu satu tahun.







HUTANG DEVIDEN
Deviden yang dibagikan dalam bentuk uang muka atau aktiva ( jika belum di bayar ) di catat dengan mendebit rekening laba tidak dibagi dan menkredit hutang deviden. Karena hutang deviden ini segera akan dilunasi maka termasuk dalam kelompok hutang jangka pendek. Hutang deviden muncul pada saat pengumuman pembagian deviden oleh direksi dan terhutang sampai tanggal pembayaran. Deviden untuk saham perioritas, walaupun jumlahnya sudah pasti tetapi sebelum tanggal pengumuman belum merupakan hutang. Hutang deviden skrip akan dikelompokkan sebagai hutang jangka pendek jika segera akan dilunasi. Pembagian deviden dalam bentuk saham di catat dengan debit laba tidak di bagi dan kredit deviden saham yang akan dibagi. Kredit yang dibuat untuk mencatat deviden saham yang akan dibagi tidak termasuk dalam kelompok hutang jangka pendek tetapi merupakan elemen modal.


DEPOSITO YANG DAPAT KEMBALI
Merupakan jaminan yang diminta dari langganan juga merupakan hutang, jika jaminan itu dapat ditarik kembali sewaktu – waktu maka merupakan hutang jangka pendek, tetapi jika jaminan itu akan disimpan dalam perusahaan untuk jangka waktu yang lama, maka termasuk dalam kelompok hutang jangka panjang. Contoh : deposito pelanggan jasa telepon
Ayat jurnalnya sebagai berikut



 Oleh: amirul mu'min
Sumber referensi :
Baridwan,zaki., intermediate accounting edisi ke-5
Perkuliahan akuntansi keuangan II STE SEBI bersama bpk. Sepky mardian, SEI,MM

 

kewajiban



 

Kewajiban – kewajiban yang timbul dari transaksi – transaksi di masa yang lalu untuk mendapatkan aktiva atau jasa yang pembayarannya akan dilakukan di masa yang akan dating,dalam akuntansi istilah ini disebut juga dengan hutang.
Hutang – hutang yang menjadi kewajiban suatu perusahaan dibagi menjadi 2 bagian yaitu :
  1. Hutang jangka pendek/ kewajiban lancar ( current liabilities )
  2. Hutang jangka panjang ( long term liabilities )
Pada prinsipnya hutang akan dicantumkan sebesar nilai tunai dari hutang – hutang tersebut, tetapi pada umumnya hutang jangka pendek akan di cantumkan dengan jumlah sebesar nilai nominalnya. Penyimpangan ini dilakukan dengan dasar anggapan bahwa yang bisa digunakan untuk mengelompokkan hutang adalah jangka waktu pembayaran hutang – hutang tersebut. Apabila hutzng itu dibayar dalam jangka waktu siklus operasi atau dalam waktu satu tahun maka masuk kedalam hutang jangka pendek. Dikarenakan siklus perusahaan berbeda – beda, batasan seperti itu masih kurang dapat memenuhi, oleh karena itu batasan yang digunakan berubah menjadi seperti yang di bawah ini :
Suatu kewajiban akan dikelompokkan sebagai hutang jangka pendek apabila pelunasannya akan dilakukan dengan menggunakan sumber – sumber aktiva lancar atau dengan menimbulkan hutang jangka pendek yang baru.
Dengan batasan seperti ini, kesulitan yang timbul dari perbedaan jangka waktu siklus usaha bisa diaatasi.
Hutang jangka pendek dibagi menjadi 3 bagian;
  1. Hutang jangka pendek yang jumlahnya dapat diketahui
  2. Hutang jangka pendek yang jumlahnya belum dapat ditetapkan.
  3. Hutang – hutang bersyarat.

 

kewajiban Kewajiban saat ini      penyelesaiannya di masa yang datang
kewajiban yang tidak dapat di hindari
transaksinya telah terjadi
kewajiban lancar     satu siklus operasi (1 tahun)
    penyelesaiannya atau pembayarannya dari asset lancar.

 

Macam – macam jenis hutang jangka pendek yang jumlahnya dapat di ketahui.
  1. Hutang dagang dan hutang wesel.
  2. Hutang jangka panjang yang jatuh tempo dalam periode itu.
  3. Hutang deviden.
  4. Pendapatan yang diterima dimuka.
  5. Uang muka dan jaminan yang dapat diminta kembali.
  6. Dana yang dikumpulkan untuk pihak ketiga.
  7. Hutang biaya ( biaya yang masih akan dibayar ).
Jenis – jenis Hutang jangka pendek yang jumlahnya belum dapat ditetapkan
  1. Taksiran hutang pajak pendapatan
  2. Taksiran hutang hadiah yang beredar
  3. Taksiran hutang garansi
  4. Taksiran hutang pension
hutang bersyarat : hutang – hutang yang sampai pada tanggal neraca masih belum pasti apakah akan menjadi kewajiban atau tidak. Hutang-hutang ini muncul akibat kegiatan dimasa yang lalu.
Jenis – jenisnya sebagai berikut :
  1. Piutang wesel didiskontokan dan piutang dijaminkan
  2. Sengketa hokum
  3. Tambahan pajak yang belum jelas kepastiannya
  4. Jaminan terhadap hutang anak perusahaan
  5. Garansi terhadap penurunan harga barang-barang yang dijual.
Oleh : amirul mu'min
Sumber referensi :
Baridwan,zaki., intermediate accounting edisi ke-5
Perkuliahan akuntansi keuangan II STE SEBI bersama bpk. Sepky mardian, SEI,MM

 

Sabtu, 16 Maret 2013

sejarah akuntansi di indonesia

SEJARAH PERKEMBANGAN AKUNTANSI DI INDONESIA
Praktik akuntansi di Indonesia dapat ditelusur pada era penjajahan Belanda sekitar 17 (ADB 2003) atau sekitar tahun 1642 (Soemarso 1995). Jejak yang jelas berkaitan dengan praktik akuntansi di Indonesia dapat ditemui pada tahun 1747, yaitu praktik pembukuan yang dilaksanakan Amphioen Sociteyt yang berkedudukan di Jakarta (Soemarso 1995). Pada era ini Belanda mengenalkan sistem pembukuan berpasangan (double-entry bookkeeping) sebagaimana yang dikembangkan oleh Luca Pacioli. Perusahaan VOC milik Belanda-yang merupakan organisasi komersial utama selama masa penjajahan-memainkan peranan penting dalam praktik bisnis di Indonesia selama era ini (Diga dan Yunus 1997).
Kegiatan ekonomi pada masa penjajahan meningkat cepat selama tahun 1800an dan awal tahun 1900an. Hal ini ditandai dengan dihapuskannya tanam paksa sehingga pengusaha Belanda banyak yang menanmkan modalnya di Indonesia. Peningkatan kegiatan ekonomi mendorong munculnya permintaan akan tenaga akuntan dan juru buku yang terlatih. Akibatnya, fungsi auditing mulai dikenalkan di Indonesia pada tahun 1907 (Soemarso 1995). Peluang terhadap kebutuhan audit ini akhirnya diambil oleh akuntan Belanda dan Inggris yang masuk ke Indonesia untuk membantu kegiatan administrasi di perusahaan tekstil dan perusahaan manufaktur (Yunus 1990). Internal auditor yang pertama kali datang di Indonesia adalah J.W Labrijn-yang sudah berada di Indonesia pada tahun 1896 dan orang pertama yang melaksanakan pekerjaan audit (menyusun dan mengontrol pembukuan perusahaan) adalah Van Schagen yang dikirim ke Indonesia pada tahun 1907 (Soemarso 1995).
Pengiriman Van Schagen merupakan titik tolak berdirinya Jawatan Akuntan Negara-Government Accountant Dienst yang terbentuk pada tahun 1915 (Soermarso 1995). Akuntan publik yang pertama adalah Frese & Hogeweg yang mendirikan kantor di Indonesia pada tahun 1918. Pendirian kantor ini diikuti kantor akuntan yang lain yaitu kantor akuntan H.Y.Voerens pada tahun 1920 dan pendirian Jawatan Akuntan Pajak-Belasting Accountant Dienst (Soemarso 1995). Pada era penjajahan, tidak ada orang Indonesia yang bekerja sebagai akuntan publik. Orang Indonesa pertama yang bekerja di bidang akuntansi adalah JD Massie, yang diangkat sebagai pemegang buku pada Jawatan Akuntan Pajak pada tanggal 21 September 1929 (Soemarso 1995).
Kesempatan bagi akuntan lokal (Indonesia) mulai muncul pada tahun 1942-1945, dengan mundurnya Belanda dari Indonesia. Pada tahun 1947 hanya ada satu orang akuntan yang berbangsa Indonesia yaitu Prof. Dr. Abutari (Soermarso 1995). Praktik akuntansi model Belanda masih digunakan selama era setelah kemerdekaan (1950an). Pendidikan dan pelatihan akuntansi masih didominasi oleh sistem akuntansi model Belanda. Nasionalisasi atas perusahaan yang dimiliki Belanda dan pindahnya orang orang Belanda dari Indonesia pada tahun 1958 menyebabkan kelangkaan akuntan dan tenaga ahli (Diga dan Yunus 1997).
Atas dasar nasionalisasi dan kelangkaan akuntan, Indonesia pada akhirnya berpaling ke praktik akuntansi model Amerika. Namun demikian, pada era ini praktik akuntansi model Amerika mampu berbaur dengan akuntansi model Belanda, terutama yang terjadi di lembaga pemerintah. Makin meningkatnya jumlah institusi pendidikan tinggi yang menawarkan pendidikan akuntansi-seperti pembukaan jurusan akuntansi di Universitas Indonesia 1952, Institute Ilmu Keuangan (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara-STAN) 1990, Univesitas Padjajaran 1961, Universitas Sumatera Utara 1962, Universitas Airlangga 1962 dan Universitas Gadjah Mada 1964 (Soermarso 1995)-telah mendorong pergantian praktik akuntansi model Belanda dengan model Amerika pada tahun 1960 (ADB 2003). Selanjutnya, pada tahun 1970 semua lembaga harus mengadopsi sistem akuntansi model Amerika (Diga dan Yunus 1997).
Pada pertengahan tahun 1980an, sekelompok tehnokrat muncul dan memiliki kepedulian terhadap reformasi ekonomi dan akuntansi. Kelompok tersebut berusaha untuk menciptakan ekonomi yang lebih kompetitif dan lebih berorientasi pada pasar-dengan dukungan praktik akuntansi yang baik. Kebijakan kelompok tersebut memperoleh dukungan yang kuat dari investor asing dan ­lembaga-lembaga internasional (Rosser 1999). Sebelum perbaikan pasar modal dan pengenalan reformasi akuntansi tahun 1980an dan awal 1990an, dalam praktik banyak ditemui perusahaan yang memiliki tiga jenis pembukuan-satu untuk menunjukkan gambaran sebenarnya dari perusahaan dan untuk dasar pengambilan keputusan; satu untuk menunjukkan hasil yang positif dengan maksud agar dapat digunakan untuk mengajukan pinjaman/kredit dari bank domestik dan asing; dan satu lagi yang menjukkan hasil negatif (rugi) untuk tujuan pajak (Kwik 1994).
Pada awal tahun 1990an, tekanan untuk memperbaiki kualitas pelaporan keuangan muncul seiring dengan terjadinya berbagai skandal pelaporan keuangan yang dapat mempengaruhi kepercayaan dan perilaku investor. Skandal pertama adalah kasus Bank Duta (bank swasta yang dimiliki oleh tiga yayasan yang dikendalikan presiden Suharto). Bank Duta go public pada tahun 1990 tetapi gagal mengungkapkan kerugian yang jumlah besar (ADB 2003). Bank Duta juga tidak menginformasi semua informasi kepada Bapepam, auditornya atau underwriternya tentang masalah tersebut. Celakanya, auditor Bank Duta mengeluarkan opini wajar tanpa pengecualian. Kasus ini diikuti oleh kasus Plaza Indonesia Realty (pertengahan 1992) dan Barito Pacific Timber (1993). Rosser (1999) mengatakan bahwa bagi pemerintah Indonesia, kualitas pelaporan keuangan harus diperbaiki jika memang pemerintah menginginkan adanya transformasi pasar modal dari model “casino” menjadi model yang dapat memobilisasi aliran investasi jangka panjang.
Berbagai skandal tersebut telah mendorong pemerintah dan badan berwenang untuk mengeluarkan kebijakan regulasi yang ketat berkaitan dengan pelaporan keuangan. Pertama, pada September 1994, pemerintah melalui IAI mengadopsi seperangkat standar akuntansi keuangan, yang dikenal dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Kedua, Pemerintah bekerja sama dengan Bank Dunia (World Bank) melaksanakan Proyek Pengembangan Akuntansi yang ditujukan untuk mengembangkan regulasi akuntansi dan melatih profesi akuntansi. Ketiga, pada tahun 1995, pemerintah membuat berbagai aturan berkaitan dengan akuntansi dalam Undang Undang Perseroan Terbatas. Keempat, pada tahun 1995 pemerintah memasukkan aspek akuntansi/pelaporan keuangan kedalam Undang-Undang Pasar Modal (Rosser 1999).
Jatuhnya nilai rupiah pada tahun 1997-1998 makin meningkatkan tekanan pada pemerintah untuk memperbaiki kualitas pelaporan keuangan. Sampai awal 1998, kebangkrutan konglomarat, collapsenya sistem perbankan, meningkatnya inflasi dan pengangguran memaksa pemerintah bekerja sama dengan IMF dan melakukan negosiasi atas berbagaai paket penyelamat yang ditawarkan IMF. Pada waktu ini, kesalahan secara tidak langsung diarahkan pada buruknya praktik akuntansi dan rendahnya kualitas keterbukaan informasi (transparency). Berikut ini tabel ringkasan perkembangan akuntansi di Indonesia.....
  nah kurang lebihnya kayak gitu lah ini tulisan di referensi dari